Thursday, July 29, 2010

Ayah Gendong Mayat Anak karena Tak Mampu Sewa Mobil Jenazah

PEJABAT Jakarta seperti ditampar. Seorang warganya harus menggendong mayat anaknya karena tak mampu sewa mobil jenazah. Penumpang kereta rel listrik (KRL) jurusan Jakarta - Bogor pun geger.

Minggu (5/6). Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono (38 thn) tengah menggendong mayat anak, Khaerunisa (3 thn). Supriono akan memakamkan si kecil di Kampung Kramat, Bogor dengan menggunakan jasa KRL. Tapi di Stasiun Tebet, Supriono dipaksa turun dari kereta, lantas dibawa ke kantor polisi karena dicurigai si anak adalah korban kejahatan. Tapi di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak tewas karena penyakit muntaber. Polisi belum langsung percaya dan memaksa Supriono membawa jenazah itu ke RSCM untuk diautopsi.

Di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa Khaerunisa sudah empat hari terserang muntaber. Dia sudah membawa Khaerunisa untuk berobat ke Puskesmas Kecamatan Setiabudi. “Saya hanya sekali bawa Khaerunisa ke puskesmas, saya tidak punya uang untuk membawanya lagi ke puskesmas, meski biaya hanya Rp 4.000,- saya hanya pemulung kardus, gelas dan botol plastik yang penghasilannya hanya Rp 10.000,- per hari”. Ujar bapak 2 anak yang mengaku tinggal di kolong perlintasan rel KA di Cikini itu. Supriono hanya bisa berharap Khaerunisa sembuh dengan sendirinya. Selama sakit Khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan kakaknya, Muriski Saleh (6 thn), untuk memulung kardus di Manggarai hingga Salemba, meski hanya terbaring digerobak ayahnya.

Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya Khaerunisa menghembuskan nafas terakhirnya pada Minggu (5/6) pukul 07.00. Khaerunisa meninggal di depan sang ayah, dengan terbaring di dalam gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau. Tak ada siapa-siapa, kecuali sang bapak dan kakaknya. Supriono dan Muriski termangu. Uang di saku tinggal Rp 6.000,- tak mungkin cukup beli kain kafan untuk membungkus mayat si kecil dengan layak, apalagi sampai harus menyewa ambulans. Khaerunisa masih terbaring di gerobak. Supriono mengajak Musriki berjalan menyorong gerobak berisikan mayat itu dari Manggarai hingga ke Stasiun Tebet, Supriono berniat menguburkan anaknya di kampong pemulung di Kramat, Bogor. Ia berharap di sana mendapatkan bantuan dari sesama pemulung.

Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di Stasiun Tebet. Yang tersisa hanyalah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus jenazah si kecil. Kepala mayat anak yang dicinta itu dibiarkan terbuka, biar orang tak tahu kalau Khaerunisa sudah menghadap Sang Khalik. Dengan menggandeng si sulung yang berusia 6 thn, Supriono menggendong Khaerunisa menuju stasiun. Ketika KRL jurusan Bogor datang, tiba-tiba seorang pedagang menghampiri Supriono dan menanyakan anaknya. Lalu dijelaskan oleh Supriono bahwa anaknya telah meninggal dan akan dibawa ke Bogor spontan penumpang KRL yang mendengar penjelasan Supriono langsung berkerumun dan Supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet. Polisi menyuruh agar Supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang ambulans hitam.

Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera dimakamkan. Tapi dia hanya bisa tersandar di tembok ketika menantikan surat permintaan pulang dari RSCM. Sambil memandangi mayat Khaerunisa yang terbujur kaku. Hingga saat itu Muriski sang kakak yang belum mengerti kalau adiknya telah meninggal masih terus bermain sambil sesekali memegang tubuh adiknya. Pukul 16.00, akhirnya petugas RSCM mengeluarkan surat tersebut, lagi-lagi Karen atidak punya uang untuk menyewa ambulans, Supriono harus berjalan kaki menggendong mayat Khaerunisa dengan kain sarung sambil menggandeng tangan Muriski. Beberapa warga yang iba memberikan uang sekadarnya untuk ongkos perjalanan ke Bogor.

Para pedagang di RSCM juga memberikan air minum kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di perjalanan. Psikolog Sartono Mukadis menangis mendengar cerita ini dan mengaku benar-benar terpukul dengan peristiwa yang sangat tragis tersebut karena masyarakat dan aparat pemerintah saat ini sudah tidak lagi perduli terhadap sesama. Peristiwa itu adalah dosa masyarakat yang seharusnya kita bertanggung jawab untuk mengurus jenazah Khaerunisa. Jangan bilang keluarga Supriono tidak memiliki KTP atau KK atau bahkan tempat tinggal dan alamat tetap. Ini merupakan tamparan untuk bangsa Indonesia, ujarnya.


http://www.forumkami.com/forum/cafe/53096-ayah-gendong-mayat-anak-karena-tak-mampu-sewa-mobil-jenazah.html

Kesaksian Andy F. Noya : "Rencana TUHAN"

"Renungan indah tentang jalan Tuhan yg tak pernah kita duga...dan selalu indah pada waktunya." - Andy F. Noya.

Malam itu saya gelisah. Tidak bisa tidur. Pikiran saya bekerja ekstra keras. Dari mana saya bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Sampai jam tiga dini hari otak saya tetap tidak mampu memecahkan masalah yang saya hadapi. Tadi sore saya mendapat kabar dari rumah sakit tempat kakak saya berobat. Menurut dokter, jalan terbaik untuk menghambat penyebaran kanker payudara yang menyerang kakak saya adalah dengan memotong kedua payudaranya. Untuk itu, selain dibutuhkan persetujuan saya, juga dibutuhkan sejumlah biaya untuk proses operasi tersebut.

Soal persetujuan, relatif mudah. Sejak awal saya sudah menyiapkan mental saya menghadapi kondisi terburuk itu. Sejak awal dokter sudah menjelaskan tentang risiko kehilangan payudara tersebut. Risiko tersebut sudah saya pahami. Kakak saya juga sudah mempersiapkan diri menghadapi kondisi terburuk itu. Namun yang membuat saya tidak bisa tidur semalaman adalah soal biaya. Jumlahnya sangat besar untuk ukuran saya waktu itu. Gaji saya sebagai redaktur surat kabar tidak akan mampu menutupi biaya sebesar itu. Sebab jumlahnya berlipat-lipat dibandingkan pendapatan saya. Sementara saya harus menghidupi keluarga dengan tiga anak. Sudah beberapa tahun ini kakak saya hidup tanpa suami. Dia harus berjuang membesarkan kelima anaknya seorang diri. Dengan segala kemampuan yang terbatas, saya berusaha membantu agar kakak dapat bertahan menghadapi kehidupan yang berat. Selain sejumlah uang, saya juga mendukungnya secara moril. Dalam kehidupan sehari-hari, saya berperan sebagai pengganti ayah dari anak-anak kakak saya.

Dalam situasi seperti itu kakak saya divonis menderita kanker stadium empat. Saya baru menyadari selama ini kakak saya mencoba menyembunyikan penyakit tersebut. Mungkin juga dia berusaha melawan ketakutannya dengan mengabaikan gejala-gejala kanker yang sudah dirasakannya selama ini. Kalau memikirkan hal tersebut, saya sering menyesalinya. Seandainya kakak saya lebih jujur dan berani mengungkapkan kecurigaannya pada tanda-tanda awal kanker payudara, keadaannya mungkin menjadi lain. Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Pada saat saya akhirnya memaksa dia memeriksakan diri ke dokter, kanker ganas di payudaranya sudah pada kondisi tidak tertolong lagi. Saya menyesali tindakan kakak saya yang "menyembunyikan" penyakitnya itu dari saya, tetapi belakangan -- setelah kakak saya tiada -- saya bisa memaklumi keputusannya. Saya bisa memahami mengapa kakak saya menghindar dari pemeriksaan dokter. Selain dia sendiri tidak siap menghadapi kenyataan, kakak saya juga tidak ingin menyusahkan saya yang selama ini sudah banyak membantunya. Namun ketika keadaan yang terbutruk terjadi, saya toh harus siap menghadapinya. Salah satu yang harus saya pikirkan adalah mencari uang dalam jumlah yang disebutkan dokter untuk biaya operasi.

Otak saya benar-benar buntu. Sampai jam tiga pagi saya tidak juga menemukan jalan keluar. Dari mana mendapatkan uang sebanyak itu? Kadang, dalam keputus-asaan, terngiang-ngiang ucapan kakak saya pada saat dokter menganjurkan operasi. "Sudahlah, tidak usah dioperasi. Toh tidak ada jaminan saya akan terus hidup," ujarnya. Tetapi, di balik ucapan itu, saya tahu kakak saya lebih merisaukan beban biaya yang harus saya pikul. Dia tahu saya tidak akan mampu menanggung biaya sebesar itu.

Pagi dini hari itu, ketika saya tak kunjung mampu menemukan jalan keluar, saya lalu berlutut dan berdoa. Di tengah kesunyian pagi, saya mendengar begitu jelas doa yang saya panjatkan. "Tuhan, sebagai manusia, akal pikiranku sudah tidak mampu memecahkan masalah ini. Karena itu, pada pagi hari ini, aku berserah dan memohon Kepada-Mu. Kiranya Tuhan, Engkau membuka jalan agar saya bisa menemukan jalan keluar dari persoalan ini." Setelah itu saya terlelap dalam kelelahan fisik dan mental.

Pagi hari, dari sejak bangun, mandi, sarapan, sampai perjalanan menuju kantor, otak saya kembali bekerja. Mencari pemecahan soal biaya operasi. Dari mana saya mendapatkan uang? Adakah Tuhan mendengarkan doa saya? Pikiran dan hati saya bercabang. Di satu sisi saya sudah berserah dan yakin Tuhan akan membuka jalan, namun di lain sisi rupanya iman saya tidak cukup kuat sehingga masih saja gundah.

Di tengah situasi seperti itu, handphone saya berdering. Di ujung telepon terdengar suara sahabat saya yang bekerja di sebuah perusahaan public relations. Dengan suara memohon dia meminta kesediaan saya menjadi pembicara dalam sebuah workshop di sebuah bank pemerintah. Dia mengatakan terpaksa menelepon saya karena "keadaan darurat". Pembicara yang seharusnya tampil besok, mendadak berhalangan. Dia memohon saya dapat menggantikannya.

Karena hari sabtu saya libur, saya menyanggupi permintaan sahabat saya itu. Singkat kata, semua berjalan lancar. Acara worskshop itu sukses. Sahabat saya tak henti-henti mengucapkan terima kasih. Apalagi, katanya, para peserta puas. Bahkan pihak bank meminta agar saya bisa menjadi pembicara lagi untuk acara-acara mereka yang lain. Sebelum meninggalkan tempat workshop, teman saya memberi saya amplop berisi honor sebagai pembicara. Sungguh tak terpikirkan sebelumnya soal honor ini. Saya betul-betul hanya berniat menyelamatkan sahabat saya itu. Tapi sahabat saya memohon agar saya mau menerimanya. Di tengah perjalanan pulang hati saya masih tetap risau. Rasanya tidak enak menerima honor dari sahabat sendiri untuk pertolongan yang menurut saya sudah seharusnya saya lakukan sebagai sahabat. Tapi akhirnya saya berdamai dengan hati saya dan mencoba memahami jalan pikiran sahabat saya itu. Malam hari baru saya berani membuka amplop tersebut. Betapa terkejutnya saya melihat angka rupiah yang tercantum di selembar cek di dalam amplop itu. Jumlahnya sama persis dengan biaya operasi kakak saya...!!! Tidak kurang dan tidak lebih satu sen pun. Sama persis!

Mata saya berkaca-kaca. TUHAN, Engkau memang luar biasa. Engkau Maha Besar. Dengan cara-MU Engkau menyelesaikan persoalanku. Bahkan dengan cara yang tidak terduga sekalipun. Cara yang sungguh ajaib...!!!

Esoknya cek tersebut saya serahkan langsung ke rumah sakit. Setelah operasi, saya ceritakan kejadian tersebut kepada kakak saya. Dia hanya bisa menangis dan memuji kebesaran Tuhan. Tidak cukup sampai di situ. Tuhan rupanya masih ingin menunjukkan kembali kebesaran-Nya. Tanpa sepengetahuan saya, Surya Paloh, pemilik harian Media Indonesia tempat saya bekerja, suatu malam datang menengok kakak saya di rumah sakit. Padahal selama ini saya tidak pernah bercerita soal kakak saya. Saya baru tahu kehadiran Surya Paloh dari cerita kakak saya esok harinya. Dalam kunjungannya ke rumah sakit malam itu, Surya Paloh juga memutuskan semua biaya perawatan kakak saya, berapa pun dan sampai kapan pun, akan dia tanggung. TUHAN Maha Besar...!!!

● ● ● Memang Seharusnya ● ● ●

Hi MyFriendz, setelah sebelumnya aku share sebuah karya Max Lucado. Kali ini sambil menunggu mengantuk, aku sedikit tergelitik dengan perkataan Max Lucado di salah satu bukunya, berkata, “Iblis tidak perlu mencuri apa pun dari anda, yang perlu ia lakukan hanyalah membuat anda menganggap bahwa semuanya itu memang sudah seharusnya.”. Sebagai seorang penulis yang menghasilkan karya-karya hebat, Perkataan Max Lucado itu mungkin ada benarnya juga, sebab ternyata kitapun seringkali memiliki konsep “itu memang sudah seharusnya”.

"Konsep" seperti ini tanpa disadari mungkin sering kita lakukan, ketika berkat yang kita terima makin melimpah, kita berpikir bahwa itu memang sudah seharusnya karena kita bekerja sangat rajin. Ketika karir kita melesat cepat, kita berpikir bahwa itu memang sudah seharusnya karena kita memang menunjukkan prestasi yang hebat dalam pekerjaan kita. Ketika keluarga harmonis, kita berpikir bahwa itu memang sudah seharusnya karena kita menjadi orang tua yang baik. Ketika tubuh kita sehat, kita berpikir bahwa itu memang sudah seharusnya karena kita selalu berolahraga dan memiliki pola hidup yang sehat. Ketika kita dipakai TUHAN luar biasa, kita berpikir bahwa itu memang sudah seharusnya karena kita adalah anak-anakNya yang "baik".

Jangan terjebak dengan konsep “itu memang sudah seharusnya”. Itu akan membuat kita sombong dan sulit untuk bersyukur. Sebaliknya, kita harus berpikir bahwa semua hal yang luar biasa tersebut hanya karena kasih karunia dan kebaikan TUHAN semata. Memang benar bahwa keputusan, sikap kita, dan tindakan kita-lah yang membentuk hidup kita, namun jangan pernah lupa bahwa di atas semuanya itu ada TUHAN yang menentukan jalan hidup kita. Mengabaikan TUHAN di dalam keberadaan hidup kita adalah kesalahan terbesar. Demikian juga sikap yang naif dan merasa bisa hidup tanpa TUHAN, hanya akan menghancurkan diri kita sendiri. Sebab bagaimana pun juga kita harus sadar bahwa di luar TUHAN kita tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan segala kerendahan hati, kita harus ingat dan sadar bahwa kita tak lebih dari ranting kering yang tak bisa menghasilkan buah jikalau tidak menempel kepada pokok pohon. Konsep “itu memang sudah seharusnya” harus kita buang jauh-jauh dari "kamus" hidup kita, sebaliknya mari bersama terapkan konsep bahwa semua karena kasih karunia TUHAN semata. Sebab TUHAN bisa mengambil suatu kehidupan yang tidak berharga, penuh dosa, kemudian membersihkannya, dan memberikan Roh Kudus ke dalamnya dan menjadikannya berkat bagi orang lain. Itulah salah satu kasih karuniaNya. TUHAN memberkati kita, dahulu, sekarang sampai selama-lamanya. Amien.

Warmest Regards,
Michael

"I Try Not Become A Man Of Success But Rather To Become A Man Of Value, Significance, Quality & Inspiration In Life"
"God Has Not Called Me To Be Successful But He Has Called Me To Be Faithful"
"If I Die Tomorrow..I'd Be Alright..Because I Believe..That After I'm Gone..The Spirit Carries On..."

Wednesday, July 21, 2010

•☆.•*´¨`*••♥ Love or Comitment ♥••*´¨`*•.☆•

MyFriendz...
Ada artikel menarik yang mau aku share mengenai Pernikahan (khususnya), benar atau tidaknya tergantung dari paradigma kalian masing-masing...
Semoga berguna dan bermanfaat bagi kalian yah...

•°o.O...Have a Positive Day...O.o°•

Warmest Regards,
Michael


---------------------------------------------------------------

•☆.•*´¨`*••♥ Love or Comitment ♥••*´¨`*•.☆•



“Apa yang telah disatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia”.

A : Aku tidak menyukai istriku lagi...!!!
B : Pulang dan cintailah dia
A : Anda tidak mengerti aku, aku sudah tidak punya perasaan itu lagi.
B : Pulang dan cintailah dia
A : Tetapi secara emosi aku berarti tidak jujur kalau aku memperlakukan istriku seperti itu, padahal aku tidak merasakannya.
B : Apakah menurutmu Ibumu mencintaimu?
A : Tentu saja (dengan mantap)
B : Kira-kira 1 minggu setelah ibumu pulang dari RS & membawamu pulang, dan kamu menangis menjerit-jerit di tengah malam karena popokmu basah dan dia terpaksa bangun walau tubuhnya masih sangat letih, berjalan di lantai yg dingin tanpa alas kaki untuk mengganti popokmu dan menyusuimu. Apakah menurutmu dia sungguh-sungguh menikmati itu semua?
A : Tidak (menunduk)
B : Kalau begitu. Apakah Ibumu secara emosi juga tidak jujur?

Ukuran besarnya cinta bukan karena dia menikmati mengganti popok di tengah malam, melainkan karena ibumu RELA melakukan itu semua meski dia tidak begitu menyukainya.

Pernikahan tidak hanya didasari persaan cinta, lebih dari itu yaitu KOMITMEN....!!!
Saat pertama seseorang menikahi istrinya pasti karena cinta, tetapi cinta yg menggebu-gebu akan padam seiring dg berjalannya waktu...
Hanya komitmen yg membuat cinta manggebu-gebu menjadi cinta yg matang dan dewasa.
Lalu.. Apa yang disebut dengan Cinta Sejati...? cinta yang sifatnya turun ke bawah, yaitu cinta yg tidak memikirkan untung rugi, cinta yang rela berkorban demi seseorang yang dikasihinya. Inilah cinta yang harus diusahakan dalam setiap pernikahan.

Ada orang berkata "aku cinta kamu" yang mungkin berarti : "aku ingin memilikimu & biarlah kamu kumiliki" adalah cinta yang egois karena hanya bergantung pada perasaan seseorang. Sebab perasaan akan dimakan oleh waktu dan bisa saja perasaan ini muncul pd diri orang lain/pasangan orang lain.

Suasana hati mudah berubah, kondisi fisik semakin tua dan tidak menarik, komitmen-lah yg menyelamatkan pernikahan...
Berani melakukan sebuah "tindakan" baik dalam keadaan suka maupun tidak untuk mengasihi pasangan & mempertahankan pernikahan yg telah Tuhan anugerahkan...

Tuesday, July 13, 2010

••¤ Jangan Hanya Jadi Penonton, Jadilah Pemain ¤••

Author : Suhardi

Suatu hari, seorang pemuda diajak oleh salah seorang temannya untuk menghadiri sebuah pertemuan besar untuk merayakan kemenangan atau prestasi yang sudah dicapai seseorang. Banyak orang yang berduyun-duyun menghadiri pertemuan itu. Dalam pertemuan akbar itu, banyak orang dari berbagai jenis profesi maju ke atas panggung untuk bercerita tentang kisah sukses mereka.

Setelah sampai di ruang pertemuan, mereka mengambil tempat duduk agak di depan. Acara yang dinanti-nantikan akhirnya dimulai. Para hadirin terlihat begitu antusias menyambut acara tersebut karena acara ini dapat memberikan motivasi dan inspirasi yang besar bagi mereka. Dengan mendengarkan kisah sukses mereka yang telah berhasil, mereka berharap dapat mengikuti jejak sukses seorang pemenang.

Tidak lama kemudian, muncul seorang pemuda. Ia naik ke panggung dengan disambut dengan tepuk tangan meriah dari para hadirin. Pemuda ini sukses karena bisnis komputer. Ia menceritakan kisahnya yang berasal dari keluarga yang serba kekurangan yang membuatnya tidak pernah duduk di bangku sekolah. Akan tetapi sekarang dirinya bisa sukses di bisnisnya karena kemauannya untuk belajar. Walaupun tidak berpendidikan, ia tidak mau kalah dengan yang lain sampai akhirnya berhasil seperti sekarang.

Mendengar pengakuan pemuda sukses tersebut, pemuda yang duduk sebagai hadirin tadi berkata pada temannya, "Ahh, zaman sekarang kalau tidak sekolah mana mungkin bisa berhasil. Menurut saya, dia cuma beruntung saja, atau mungkin dibantu temannya." Temannya tidak berkomentar apa-apa, hanya diam saja.

Berikutnya, tampil seorang ibu rumah tangga yang sukses berkat bisnis pakaian. Ibu ini menceritakan bahwa ia bertekad untuk memperoleh penghasilan sendiri karena ingin membantu ekonomi keluarganya. Penghasilan dari suaminya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Pada mulanya ia hanya menjahit pakaian. Karena hasil jahitannya bagus dan berkualitas, pesanan semakin banyak yang berdatangan. Bisnisnya semakin besar ketika ia akhirnya membuka butik besar yang menjual pakaian hasil jahitannya sendiri serta pakaian impor merek ternama. Bisnis yang ditekuninya memberikan penghasilan yang cukup banyak bahkan berlebih sehingga kehidupan keluarganya menjadi makmur. Ibu inipun menjadi kaya raya karena berhasil membuka beberapa cabang.

Begitu mendengar kisah sukses ibu tersebut, pemuda tadi lagi-lagi mengkritik, "Ahhh, bagaimana tidak sukses! Ibu-ibu kan memang pandai bicara..." Pemuda ini terus saja mengatakan hal-hal yang negatif dan lagi-lagi, temannya hanya diam.

Berikutnya tampil seorang cacat tanpa kedua tangan yang sukses sebagai seorang salesman terbaik. Banyak orang terharu mendengar kisahnya yang fenomenal. Akan tetapi pemuda itu malah berkata, "Ahhh, saya yakin dia sukses karena orang lain kasihan terhadap dirinya. Melihat dirinya cacat, orang-orang tidak tega menolak apa yang dijualnya, sehingga terpaksa membeli walaupun sebenarnya tidak perlu."

Satu demi satu orang sukses tampil di panggung untuk memberikan kesaksian dan semangat kepada hadirin. Tapi kritikan demi kritikan terus keluar dari mulut si pemuda itu, seolah-olah semuanya tidak ada yang benar.

Hal ini membuat temannya buka mulut. Temannya langsung berkata, "Tidak peduli seberapa banyak kritikan yang kamu berikan atas kesuksesan yang mereka raih, yang terpenting mereka telah berhasil menjadi pemenang dalam hidup mereka. Tidak seperti kamu yang hanya bisa berkomentar dan mengkritik tapi tidak berbuat apa-apa. Buktikan kamu bisa seperti mereka, jangan hanya jadi penonton saja."

Pesan kepada pembaca :

Mengkritik jauh lebih mudah dilakukan daripada berbuat. Namun, orang yang selalu mengkritik dan memberikan komentar negatif akan tetap selalu menjadi seorang penonton di sepanjang hidupnya. Mereka hanya bisa melihat kesuksesan orang lain, tetapi tidak mampu menciptakan kesuksesan mereka sendiri.

Lain halnya seorang pemain yang selalu take action untuk meraih kesuksesan. Mereka tahu resiko yang harus mereka hadapi. Ketika mereka gagal, mereka tahu bahwa mereka akan mendapat kritikan pedas dari orang lain. Tapi mereka tidak pernah peduli dengan kritikan tersebut. Mereka tetap fokus dan bangkit kembali sampai berhasil.

Contoh paling mudah adalah pertandingan sepak bola. Misalkan ada adegan penalti yang dilakukan oleh Cristiano Ronaldo. Sayang, tendangannya meleset. Pasti banyak penonton, mungkin Anda, yang mengkritik dan memberi cercaan padanya. Mungkin Anda bilang, "Ahhh, bodoh sekali Ronaldo. Masa begitu saja tidak bisa, padahal anak kecil pun bisa."

Cobalah tanya diri Anda sendiri apakah kritikan dan cercaan para penonton membuat gajinya dipotong? Apakah makian terhadap dirinya membuat gelar-gelar internasionalnya harus dicopot? Apakah komentar negatif orang lain membuat dirinya miskin?

Sadarilah, meskipun dirinya mendapat ribuan cacian, cemoohan, kritik, dan komentar negatif, Cristiano Ronaldo tetaplah seorang pemain termahal di dunia, tetap memperoleh gaji super besar, tetap menjadi seorang mega bintang sepak bola, tetap kaya raya dan tetap digilai banyak wanita cantik. Ia adalah seorang pemain, bukan penonton yang hanya bisa mengkritik, tetapi tidak pernah mengkritik dirinya sendiri.

Sudah saatnya Anda menjadi seorang pemain. Jangan hanya menjadi penonton yang terpesona dengan kesuksesan orang lain. Jadilah seorang pemain yang suatu saat nanti merayakan kemenangan Anda sendiri. Jangan hanya memilih untuk menjadi penonton yang bersuka cita karena GOL, tetapi jadilah pemain yang berteriak kegirangan karena berhasil mencetak GOL.

Monday, July 5, 2010

◕ ‿ ◕ Sometimes We Just Don't Understand ◕ ‿ ◕

•°¤* Prediction *¤°•

Hola MyFriendz... Wah, sudah lama juga ya aku tidak sharing dengan kalian semua. Topiknya kali ini mengenai prediksi(prediction) tapi bukan mengajak kalian untuk memprediksi siapa juara di World Cup 2010 ini. Bahkan belakangan ini beredar klenik yang mengejahwantahkan bahwa Jerman yang akan menjadi juaranya. Bukan Jerman yang mau aku sharing dengan kalian, melainkan bagaimana mengubah prediksi orang mengenai diri kita. Beberapa hari yang lalu, seorang ibu yang merupakan rekan bisnis di kantor bercerita, suatu ketika ada seorang teman mengatakan kepadanya : "wah kamu ini kok sial mulu yah di bisnis, uda mau GOAL selalu aja ada "halangan"-nya. Mendingan mendekam di rumah aja kamu. Balik jadi ibu RT(Rumah Tangga) aja daripada malu"-in ". Mungkin teman si ibu ini hanya bermaksud untuk memberikan "gambaran" kepada rekanku ini tapi justru perkataannya secara tidak langsung menohok rekanku yang sedang berjuang dan ingin mengubah hidupnya dengan berbisnis. Seketika itu juga rekanku tersebut mengatakan : "Apakah benar ya...? Yang dikatakan teman saya. Jika merunut ke belakang, apa yang dikatakanya ada benarnya juga. Tapi terkadang saya berpikir "Apakah saya sebodoh itukah...?" Dalam hati kecil, saya merasa masih ada pengharapan untuk tercapainya GOAL di bisnis yang sedang saya geluti ini".

Nah, seperti yang dialami oleh rekanku tersebut. Di dalam "sekolah" kehidupan yang kita jalani bersama, terkadang kita terlalu terburu-buru menyerah dan menjadi putus asa ketika mendengar komentar negatif dari seseorang entah itu teman, sahabat, orang tua atau bahkan ketika seorang pakar memandang kita dengan sebelah mata, itu bukan berarti kita harus patah arang dan terpuruk dalam kegagalan. Faktanya, beberapa orang hebat yang kita kenal sekarang ini ternyata pernah mengalami hal-hal itu. Mereka menerima komentar yang sangat negatif dan sinis. Hanya saja, mereka tak biarkan hal itu membunuh potensi di dalam diri mereka, melainkan terus berjuang untuk mengubah prediksi terhadap mereka.

Mungkin kita tidak bisa menghentikan prediksi buruk seseorang terhadap diri kita, namun kabar baiknya adalah kita bisa mengubah prediksi tersebut. "Masalah"-nya, untuk mengubah prediksi tersebut diperlukan tekad, semangat dan komitmen yang tinggi. Selama kita memiliki kemauan untuk mengubah prediksi tersebut, percayalah bahwa akan ada titik balik yang luar biasa akan terjadi dalam kehidupan kita.

Beberapa orang hebat yang kita kenal misalnya, Bethoven pernah dikomentari oleh guru musiknya, “Sebagai seorang komponis dia payah.” Ketika Thomas Edison masih kecil, guru-gurunya berkata bahwa ia begitu dungu sehingga ia tidak pernah mampu belajar apapun. Walt Disney pernah dipecat oleh seorang editor surat kabar karena dianggap tidak memiliki ide-ide yang bagus. Meski sebelumnya mendapat prediksi yang buruk, toh ternyata mereka bisa mengubah keadaan. Bahkan mereka menjadi seseorang yang menginspirasi kita semua sampai dengan saat ini.

Apakah kamu juga menerima prediksi yang buruk ...? Janganlah kamu takut dengan membiarkan semangat dan impianmu dipatahkan oleh sebuah prediksi buruk tetapi sebaliknya patahkanlah setiap prediksi buruk dengan keberanian, semangat dan kekuatan Tuhan agar kamu dapat memenangkan apa yang kamu impikan dalam hidupmu karena tak seorang pun yang bisa kembali ke masa lalu dan memulai awal yang baru tetapi semua orang dapat memulai dari sekarang dan membuat akhir yang sama sekali yang baru dan berbeda.

"Salah satu kepuasan terbesar dalam hidup ini adalah ketika kita dapat melakukan suatu hal yang dikatakan oleh orang lain, bahwa kita tidak dapat melakukan hal itu" ~Anonymous~

★•.• Have a Inspiring Day •.•★

Warmest Regards,
Michael Setiadi

"I Try Not Become A Man Of Success But Rather To Become A Man Of Value, Significance, Quality & Inspiration In Life"
"God Has Not Called Me To Be Successful But He Has Called Me To Be Faithful"
"If I Die Tomorrow..I'd Be Alright..Because I Believe..That After I'm Gone..The Spirit Carries On..."